Pages

Sunday, March 10, 2013

Asas-asas Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris yang Baik

a. Asas Persamaan;
    sesuai dengan perkembangan zaman, institusi Notaris telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, dan 
    dengan lahirnya UUJN semakin meneguhkan institusi notaris. dalam memberikan pelayanan kepada 
    masyarakat notaris tidak boleh membeda-bedakan satu dengan lainnya berdasarkan keadaan sosial-  
    ekonomi atau alasan lainnya. hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa notaris dapat tidak 
    memberikan jasa kepada pihak yang menghadap.
b. Asas Kepercayaan;
    salah satu bentuk dari Notaris sebagai jabatan kepercayaan, yaitu notaris mempunyai kewajiban untuk 
    merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
    pembuatan akta sesuai dengan sumpa/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 16 
    ayat (1) huruf f UUJN) (Pasal 4 ayat (2) UUJN).
c. Asas Kepastian Hukum;
    Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum 
    yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. akta 
    yang dibuat oleh notaris harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. yang apabila terjadi 
    permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman bagi para pihak.
d. Asas Kecermatan;
    meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan
    para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. notaris dalam kecermatan
    nya wajib melakukan pengenalan terhadap penghadap, berdasarkan identitas penghadap. menanyakan
    mendengarkan serta mencermati keinginan piha yang menghadap, memeriksa setiap bukti surat yang 
    berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak, memberikan saran kepada penghadap, memenuhi
    teknik dalam pembuatan akta serta memenuhi kewajiban lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
    tugas jabatannya sebagai notaris.
e. Asas Pemberian Alasan;
    setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris harus sesuai dengan alasan serta fakta yang 
    mendukung.
f. Larangan Penyalahgunaan Wewenang;
   batas kewenangan notaris dituangkan dalam Pasal 15 UUJN, apabila notaris melakukan tindakan diluar 
   kewenangannya maka tindakan tersebut dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.
g. Larangan Bertindak Sewenang-wenang;
   notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada nya. dalam 
   hal ini notaris mempunyai peranan untuk menetukan suatu tindakan apakah dapat dituangkan dalam bentuk 
   akta atau tidak, dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan   
   kepada para penghadap.
h. Asas Proporsionalitas;
    berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, notaris wajib menjaga kepentingan para pihak yang terkait
   dalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatannya,  wajib mengutamakan adanya 
   keseimbangan antara hak dan kewajiban para penghadap. 
i. Asas Profesionalitas
  dalam menjalankan tugas jabatannya mengutamakan keahlian (keilmuan) berdasarkan UUJN dan Kode    
  Etik Notaris. hal tersebut diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat dihadapan
  atau oleh Notaris. 

Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis

      Alat bukti yang sah atau diterima dalam suatu perkara (perdata), pada dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan sumpah dan tertulis dapat berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai pembuktian. Namun, dalam perkembangannya saat ini alat bukti telah dapat diterima pula alat bukti elektronik atau yang terekam atau yang disimpan secara elektronis sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan pengadilan. 
Dalam hukum (acara) Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum, terdiri dari :
1. bukti tulisan,
2. bukti dengan saksi-saksi,
3. persangkaan-persangkaan,
4. pengakuan,
5. sumpah.
     Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan.[1] tulisan-tulisan otentik berupa akta otenti, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat dihadapan pejabat-pejabat yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat.[2] akta otentik bukan hanya dibuat oleh Notaris, tetapi juga oleh PPAT. 
         kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. akta dibwah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak, jika para pihak mengakuinya, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik.[3]

Berdasarkan apa yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan perbedaan antara akta dibawah  tangan dan akta notaris yaitu sebagai berikut :

Berdasarkan Bentuk 
Akta dibawah tangan : 
dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan pejabat umum yang berwenang.

Akta Notaris :
dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang (pasal 38 UUJN), dibuat di hadapan pejabat-pejabat yang diberi wewenang dan ditempat dimana akta tersebut dibuat.

Berdasarkan kekuatan/nilai pembuktian
Akta dibawah tangan :
- mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari   
  salah satu pihak.
- jika ada salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangka 
   akta tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.

Akta Notaris :
mempunyai pembuktian yang sempurna. kesempurnaan akta notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya. tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.


[1]  Pasal 1867 B.W.
[2] Pasal 1868 B.W.
[3] Pasal 1875 B.W.

Jabatan Notaris

    menurut arti dalam kamus, bahwa jabatan berarti pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi.[1] jabatan dalam arti sebagai Ambt[2] merupakan fungsi,tugas, wilayah kerja pemerintah pada umumnya atau badan perlengkapan pada khususnya. istilah atau sebutan jabatan merupakan suatu istilah yang dipergunakan sebagai fungsi atau tugas ataupun wilayah kerja dalam pemerintahan.
jabatan merupakan subjek hukum (persoon), yakni pendukung hak dan kewajiban. agar suatu jabatan dapat berjalan maka jabatan tersebut disandang oleh subjek hukum lainnya yaitu orang. orang yang diangkat untuk melaksanakan jabatan disebut Pejabat. jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. suatu jabatan tanpa ada pejabatnya, maka jabatan tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. 
      diadakannya atau dikehendakinya suatu jabatan notaris oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan,peristiwa ataupun perbuatan hukum. dengan dasar tersebut maka mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris tersebut. oleh karenanya notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. 
       disamping itu, setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya. sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan dengan wewenang  jabatan lainnya. khususnya jabatan notaris, apabila seorang notaris melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris maka dapat dikategorikan notaris tersebut telah melanggar wewenang. notaris yang melanggar wewenang nya sebagai notaris dapat berdampak pada produk atau akta notaris yang dibuatnya, yang mana produk atau akta notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan, dan pihak yang merasa dirugikan atas tindakan notaris diluar kewenangannya tersebut dapat menggugat terhadap notaris secara perdata dipengadilan negeri. 


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm.392
[2] N.E. Algra, HRW. Gokkel dkk, kamus istilah hukum Fockema Andreae, Balanda-Indonesia, Bina Cipta, JAkarta, 1983, hlm 29